Perbedaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dapat dilihat dari berbagai aspek, termasuk ideologi keagamaan, metode dakwah, pendekatan pendidikan, serta pandangan terhadap budaya dan tradisi lokal. Meskipun keduanya adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia dan memiliki tujuan yang sama dalam membangun umat Islam yang berakhlak, ada beberapa perbedaan mendasar di antara keduanya.
1. Perbedaan dalam Akidah dan Mazhab
Nahdlatul Ulama (NU):
- NU mengikuti Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), yang berpegang pada mazhab fiqih Syafi'i dalam praktik ibadah, serta Asy'ariyah dan Maturidiyah dalam teologi (akidah).
- Mengakui dan mengamalkan tasawuf sebagai bagian dari ajaran Islam, dengan mengikuti ajaran Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi.
- Menekankan keseimbangan antara syariat (hukum Islam) dan hakikat (spiritualitas).
Muhammadiyah:
- Muhammadiyah lebih cenderung kepada pemurnian Islam, dengan menolak tradisi atau praktik yang dianggap bid’ah (inovasi dalam agama).
- Tidak terikat secara formal dengan satu mazhab tertentu dalam fiqih, tetapi lebih banyak mengikuti pendekatan ijtihad langsung berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
- Dalam akidah, Muhammadiyah lebih dekat dengan pemikiran Salafi dan menolak tasawuf yang dianggap mengarah kepada kultus individu dan mistisisme.
2. Pendekatan dalam Beribadah
Nahdlatul Ulama (NU):
- Menerima amalan seperti tahlilan, maulid nabi, ziarah kubur, dan istighosah, yang dianggap sebagai bentuk ibadah dan penghormatan terhadap ulama serta leluhur.
- Menggunakan qunut dalam salat Subuh, membaca doa berjamaah setelah salat, dan membolehkan talqin mayit setelah seseorang wafat.
- Mempertahankan adat istiadat lokal selama tidak bertentangan dengan Islam.
Muhammadiyah:
- Tidak membiasakan praktik seperti tahlilan, maulid nabi, dan ziarah kubur, karena dianggap tidak ada dalam sunnah Nabi dan cenderung mengarah ke bid'ah.
- Tidak menggunakan qunut dalam salat Subuh dan lebih menekankan kesederhanaan dalam ibadah.
- Lebih ketat dalam mengikuti dalil dari Al-Qur'an dan Hadis, dan menolak ritual yang tidak memiliki dasar kuat dalam Islam.
3. Sikap terhadap Budaya dan Tradisi Lokal
Nahdlatul Ulama (NU):
- Fleksibel dalam menerima budaya lokal selama tidak bertentangan dengan Islam.
- Mengakomodasi tradisi dan adat istiadat seperti selamatan, kenduri, dan wayang santri sebagai bagian dari dakwah Islam.
- Memadukan ajaran Islam dengan kearifan lokal, sehingga Islam dapat diterima oleh masyarakat tanpa menghilangkan identitas budaya mereka.
Muhammadiyah:
- Lebih cenderung menolak tradisi lokal yang tidak memiliki dasar dalam Al-Qur'an dan Hadis.
- Menghindari unsur-unsur budaya yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam, termasuk ritual-ritual yang tidak ada dalam sunnah Nabi.
- Berusaha untuk murni dalam berislam dengan menekankan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber utama hukum Islam.
4. Pendekatan dalam Pendidikan
Nahdlatul Ulama (NU):
- Mengembangkan sistem pesantren sebagai pusat pendidikan Islam, dengan menekankan pengajaran kitab kuning yang berbasis mazhab Syafi’i.
- Lebih mengutamakan pendidikan berbasis kajian tradisional, dengan metode halaqah dan santri mengaji langsung kepada kiai.
- Selain pesantren, NU juga memiliki sekolah dan universitas yang mengajarkan ilmu umum dan agama secara bersamaan.
Muhammadiyah:
- Mendirikan banyak sekolah formal, universitas, dan rumah sakit dengan model pendidikan modern yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Tidak menekankan sistem pesantren, tetapi lebih banyak mengembangkan madrasah dan sekolah berbasis modern.
- Pendidikan Muhammadiyah memiliki kurikulum yang lebih terstruktur dan berorientasi pada profesionalisme dan keterampilan praktis.
5. Struktur Organisasi dan Gerakan Sosial
Nahdlatul Ulama (NU):
- NU adalah organisasi jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah, yang berarti gabungan antara gerakan sosial dan organisasi keagamaan.
- Struktur kepemimpinannya bersifat kolektif kolegial, dengan adanya Rois Aam (pimpinan tertinggi dalam aspek keagamaan) dan Ketua Umum PBNU (untuk urusan administrasi dan kebijakan umum).
- Banyak organisasi sayap seperti Ansor, Banser, Muslimat NU, Fatayat NU, IPNU, dan IPPNU, yang aktif di berbagai bidang sosial.
Muhammadiyah:
- Berbentuk organisasi sosial dan keagamaan yang lebih terstruktur dengan kepemimpinan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
- Memiliki banyak amal usaha, seperti rumah sakit, universitas, sekolah, dan lembaga sosial.
- Organisasi sayap Muhammadiyah meliputi Aisyiyah (perempuan), Pemuda Muhammadiyah, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
6. Pandangan terhadap Politik
Nahdlatul Ulama (NU):
- NU lebih fleksibel dalam berpolitik dan memiliki sejarah keterlibatan dalam politik, misalnya dengan mendirikan Partai NU pada 1952 dan berperan dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
- Mengutamakan politik kebangsaan dan mendukung Pancasila sebagai dasar negara.
- Aktif dalam menjaga keutuhan NKRI dan keberagaman.
Muhammadiyah:
- Secara organisasi tidak terlibat langsung dalam politik praktis, tetapi anggotanya banyak yang aktif di partai politik, terutama di PAN (Partai Amanat Nasional).
- Lebih fokus pada dakwah, pendidikan, dan sosial daripada politik praktis.
- Menjaga jarak dengan partai politik tetapi tetap memberikan kritik dan saran terhadap kebijakan pemerintah.
7. Pandangan terhadap Negara dan Nasionalisme
Nahdlatul Ulama (NU):
- Memiliki konsep Islam Nusantara, yang menekankan Islam yang moderat dan beradaptasi dengan budaya lokal.
- Mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk final, serta mendukung Pancasila sebagai dasar negara.
- Aktif dalam menjaga persatuan dan toleransi antar umat beragama.
Muhammadiyah:
- Memiliki konsep Islam Berkemajuan, yang berfokus pada pemurnian ajaran Islam dan pengembangan ilmu pengetahuan.
- Juga mendukung NKRI dan Pancasila, tetapi lebih menekankan pada modernisasi Islam tanpa terlalu banyak memasukkan unsur budaya lokal.
- Fokus pada membangun masyarakat Islam yang lebih progresif dan rasional.
Kesimpulan
Meskipun terdapat perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, keduanya tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu membimbing umat Islam menuju kehidupan yang lebih baik berdasarkan ajaran Islam. NU lebih tradisional, berbasis pesantren, dan mempertahankan budaya lokal, sedangkan Muhammadiyah lebih modern, berbasis pendidikan formal, dan menolak praktik yang dianggap tidak memiliki dasar kuat dalam Islam. Namun, baik NU maupun Muhammadiyah tetap menjadi pilar utama dalam perkembangan Islam di Indonesia dan menjaga keberagaman dalam kehidupan beragama serta bernegara.
0Komentar