Masuknya Wahabi ke Indonesia merupakan bagian dari sejarah panjang pergerakan reformasi Islam yang dimulai di Jazirah Arab pada abad ke-18. Ajaran Wahabi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703–1792) di Arab Saudi kemudian menyebar ke berbagai wilayah dunia, termasuk ke Indonesia. Gerakan Wahabi memiliki pengaruh besar dalam reformasi pemikiran Islam, meskipun banyak kontroversi terkait ajaran ini, terutama dalam hal penolakan terhadap tradisi-tradisi yang sudah ada dalam masyarakat Islam, yang dianggapnya sebagai bid'ah.
Berikut adalah sejarah masuknya Wahabi ke Indonesia dan pengaruhnya di tanah air:
1. Latar Belakang Wahabi dan Penyebaran di Jazirah Arab
- Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang ulama yang berasal dari Najd, wilayah yang kini berada di Arab Saudi. Pada abad ke-18, ia memulai gerakan untuk murnikan ajaran Islam, dengan fokus pada penghapusan praktik-praktik yang dianggapnya sebagai bid'ah dan syirik, seperti tahlilan, maulid Nabi, ziarah kubur, dan berbagai amalan yang tidak ada dasarnya dalam Al-Qur'an dan Hadis.
- Wahhabisme berfokus pada pemurnian tauhid, yang berarti bahwa hanya Allah yang berhak disembah, dan menolak segala bentuk perantara dalam ibadah. Ajaran ini juga berusaha menghilangkan segala ritual yang berhubungan dengan orang-orang yang dianggap suci (seperti para wali) dan tradisi keagamaan yang berkembang di masyarakat.
- Wahabi kemudian bekerja sama dengan Dinasti Saud, yang memerintah di wilayah Najd (sekarang Saudi Arabia), untuk menyebarkan ajaran ini. Gerakan ini berkembang pesat di wilayah Arab Saudi setelah Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan perlawanan terhadap berbagai praktik keagamaan yang berkembang di masyarakat.
2. Penyebaran Wahabi ke Indonesia
Gerakan Wahabi mulai memasuki Indonesia pada abad ke-19, terutama melalui beberapa saluran berikut:
A. Melalui Pengaruh Ulama dari Mekkah dan Madinah
Pada masa itu, banyak jemaah haji dari Indonesia yang pergi ke Mekkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji. Beberapa di antaranya terpengaruh oleh ajaran Wahabi yang berkembang di tanah suci. Banyak ulama yang belajar di Mekkah dan Madinah kembali dengan pemahaman tentang Islam yang lebih puritan, yang mengarah pada penolakan terhadap praktik tradisi yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran yang ada dalam Al-Qur'an dan Hadis.
B. Gerakan Reformis dan Pembaruan di Indonesia
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Indonesia mengalami gerakan reformasi Islam yang dipengaruhi oleh ideologi-ideologi Islam yang berkembang di Timur Tengah. Gerakan ini mencakup upaya untuk memurnikan ajaran Islam dan menghilangkan praktik-praktik yang dianggap tidak sesuai dengan sunnah.
Salah satu kelompok yang dipengaruhi oleh gerakan Wahabi adalah Kaum Muda (sekelompok ulama yang berupaya untuk melakukan pembaruan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam), yang berfokus pada pemurnian ajaran Islam. Para ulama ini mulai mengkritik praktik-praktik tradisional yang berkembang di Indonesia, seperti tahlilan, maulid Nabi, berziarah ke makam wali, dan ritual keagamaan lainnya.
C. Pengaruh Pendidikan dan Dakwah Wahabi
Pada awal abad ke-20, kelompok Wahabi juga mulai mengirimkan misi dakwah ke Indonesia. Mereka mendirikan sekolah-sekolah yang mengajarkan ajaran Wahabi, dan mengembangkan pengaruh mereka melalui pengajaran di masjid-masjid. Beberapa tokoh Wahabi yang terkenal di Indonesia mulai menyebarkan ajaran ini di kalangan masyarakat, terutama di daerah-daerah yang banyak memiliki jamaah haji yang baru kembali dari Mekkah, seperti Sumatera, Aceh, dan Jawa.
3. Penyebaran Wahabi di Indonesia: Fokus Utama
- Aceh adalah salah satu daerah yang pertama kali terpengaruh oleh Wahabi, terutama pada masa pemerintahan Sultan Aceh yang menjalin hubungan dengan Dinasti Saud di Arab Saudi. Wahabi mengembangkan pengaruhnya melalui masjid dan pesantren, serta melalui saluran pendidikan.
- Sumatera Barat dan beberapa bagian Jawa juga menjadi tempat penyebaran Wahabi. Para ulama Wahabi mulai mendirikan pesantren-pesantren yang mengajarkan ajaran mereka, dan banyak murid yang pulang dari Mekkah membawa pemahaman Wahabi yang lebih ketat terhadap syariat Islam.
4. Kontroversi dan Reaksi terhadap Wahabi di Indonesia
Sejak awal penyebarannya, Wahabi menghadapi penolakan dan kontroversi dari banyak kalangan, terutama dari kelompok tradisional yang berpegang pada Ahlussunnah wal Jama'ah. Beberapa hal yang menjadi perbedaan besar antara Wahabi dan kelompok Ahlussunnah wal Jama'ah adalah:
- Pemberantasan Tradisi: Wahabi sangat keras menentang praktik-praktik yang dianggap bid'ah, seperti tahlilan, maulid Nabi, berziarah ke makam wali, dan berdoa bersama. Sementara itu, kelompok Aswaja dan tradisionalis menganggap sebagian besar praktik ini sebagai bagian dari budaya Islam yang sahih.
- Penolakan terhadap Madzhab: Wahabi menolak pengikut madzhab (seperti Syafi'i, Maliki, Hanafi, atau Hanbali) dan lebih menekankan pembacaan langsung Al-Qur'an dan Hadis tanpa mengikuti mazhab tertentu. Ini berlawanan dengan kelompok Aswaja, yang lebih menerima praktik bermazhab dan tidak menekankan penafsiran langsung yang kaku terhadap teks agama.
- Bantahan terhadap Ulama Tradisional: Wahabi juga sering mengkritik ulama-ulama tradisional yang mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni, terutama dalam hal ibadah dan ritual.
5. Perkembangan Wahabi di Indonesia dan Reaksi Masyarakat
Setelah memasuki Indonesia, Wahabi terus berkembang meskipun mendapatkan tantangan dari kelompok yang lebih tradisional dan moderat, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Beberapa organisasi dakwah Wahabi mendirikan masjid-masjid dan pesantren untuk mendidik umat Islam sesuai dengan ajaran Wahabi, khususnya di daerah-daerah perkotaan dan pesantren-pesantren besar.
Reaksi terhadap Wahabi di Indonesia sangat beragam. Sebagian besar umat Islam tradisional menganggap Wahabi sebagai aliran sesat yang berusaha mengubah tatanan tradisi Islam yang sudah ada. Namun, di sisi lain, beberapa kelompok merasa bahwa ajaran Wahabi membawa kemurnian ajaran Islam, terutama dalam hal melawan bid'ah dan syirik.
6. Pengaruh Wahabi dalam Kehidupan Sosial dan Politik
- Wahabi memiliki pengaruh dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Meskipun tidak sebanyak Ahlussunnah wal Jama'ah, Wahabi memiliki komunitas yang kuat, terutama di masjid-masjid besar, dan memberikan pengaruh dalam gerakan reformasi di Indonesia, terutama dalam upaya untuk memurnikan ajaran Islam.
- Dalam bidang politik, Wahabi terkadang dianggap memiliki hubungan dekat dengan Saudi Arabia, yang memiliki pengaruh besar dalam dunia Islam. Hal ini sering kali membawa dinamika politik internasional dalam hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi.
Kesimpulan
Masuknya Wahabi ke Indonesia dimulai pada abad ke-19 melalui ulama yang belajar di Mekkah dan dakwah langsung dari para pengikut Wahabi. Gerakan ini mendapatkan pengaruh di beberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera, dan Jawa, terutama melalui pendidikan dan dakwah pesantren. Meskipun Wahabi membawa pemurnian ajaran Islam dari praktik yang dianggapnya sebagai bid'ah, ajaran mereka juga mendapat tantangan dari Ahlussunnah wal Jama'ah, yang mempertahankan tradisi keagamaan yang sudah ada.
Sebagai hasilnya, Wahabi masih menjadi kontroversial di Indonesia, dengan beberapa pihak yang mendukungnya dan sebagian lainnya yang menganggapnya sebagai aliran sesat yang berbahaya bagi keharmonisan umat Islam di Indonesia.
0Komentar