GfG5BUOlGSMpTpM5TUM7Gfr7BA==
Light Dark
Kelompok yang dianggap menyimpang dari prinsip islam menurut Aswaja

Kelompok yang dianggap menyimpang dari prinsip islam menurut Aswaja

Daftar Isi
×


Dalam konteks Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), sebagian aliran atau kelompok yang menyimpang dari prinsip dasar Islam sering dianggap sebagai sesat (bida'ah dhalalah). Istilah "sesat" di sini bukan berarti mengkafirkan orang secara langsung, tetapi lebih merujuk pada kelompok yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang sahih, sesuai dengan pemahaman yang diterima oleh mayoritas umat Islam—terutama yang berpegang pada Aswaja.

Namun, perlu ditekankan bahwa penilaian kesesatan dalam Islam harus didasarkan pada pengetahuan yang mendalam, bukan hanya pada sentimen atau prasangka. Dalam Aswaja, sikap yang lebih bijaksana adalah untuk memperbaiki dan mendakwahi tanpa terburu-buru mengkafirkan atau menganggap orang lain sesat. Berikut adalah beberapa kelompok yang sering dianggap menyimpang atau sesat oleh kelompok yang berpegang pada Aswaja:

1. Kelompok yang Menyimpang dalam Akidah (Pemahaman Tauhid dan Sifat Allah)

- Mu'tazilah: Kelompok ini muncul di awal sejarah Islam dan memiliki pandangan yang berbeda tentang tauhid dan sifat-sifat Allah. Mereka lebih mengutamakan rasio dalam menentukan hukum agama dan memiliki pandangan yang kontroversial, seperti menganggap bahwa Al-Qur'an adalah makhluk dan menolak keyakinan tentang sifat-sifat Allah yang harus diterima tanpa ditakwilkan.
  
  Dalam perspektif Aswaja, mu'tazilah dianggap sesat karena mereka mengubah sifat-sifat Allah dan menggunakan akal secara berlebihan dalam hal yang seharusnya hanya bisa dipahami berdasarkan wahyu.

- Jahmiyah: Kelompok ini menolak sifat-sifat Allah dan berpendapat bahwa Allah tidak memiliki sifat apapun, termasuk kursi-Nya, tangan-Nya, dan lainnya, yang dijelaskan dalam Al-Qur'an. Pandangan semacam ini dianggap sesat oleh Aswaja karena bertentangan dengan ajaran Imam al-Ash'ari dan al-Maturidi, yang menegaskan bahwa sifat-sifat Allah yang ada dalam Al-Qur'an dan Hadis harus diterima secara literal, meskipun tidak sama dengan makhluk.

2. Kelompok yang Menyimpang dalam Fiqih

- Khawarij: Kelompok ini muncul pada masa awal Islam dan memiliki pandangan yang sangat radikal dalam hal politik dan hukum. Mereka percaya bahwa orang yang berdosa besar harus dihukum mati, bahkan tanpa proses pengadilan. Mereka juga menganggap bahwa pemimpin yang dianggap tidak adil bisa digulingkan dengan kekerasan, tanpa memperhatikan keadaan sosial dan politik.

  Dalam pandangan Aswaja, Khawarij dianggap sesat karena mereka memandang orang Islam yang berdosa sebagai kafir dan menganggap pembunuhan sebagai solusi bagi perbedaan dalam agama.

- Syiah Rafidhah: Syiah adalah kelompok yang memiliki perbedaan dalam hal kepemimpinan (khilafah) setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Mereka meyakini bahwa Ali bin Abi Talib dan keturunannya adalah satu-satunya yang berhak memimpin umat Islam setelah Nabi, yang bertentangan dengan konsensus yang diterima oleh Ahlussunnah wal Jama'ah yang lebih menerima sistem kepemimpinan melalui ijtihad dan bai'ah (pemilihan pemimpin berdasarkan musyawarah).

  Dalam banyak tradisi Aswaja, Syiah Rafidhah dianggap sesat karena beberapa keyakinan akidah dan praktik-praktik mereka, seperti penghormatan berlebihan kepada Ali dan keturunannya, serta ritual-ritual yang tidak diakui dalam sunah Nabi.

3. Kelompok yang Menyimpang dalam Akidah dan Praktek

- Wahhabisme: Wahhabisme adalah sebuah gerakan reformis yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab pada abad ke-18 di Arab Saudi. Gerakan ini sangat berfokus pada pemurnian Islam dari segala bentuk bid'ah dan syirik. Mereka menentang banyak amalan yang diterima dalam tradisi Aswaja, seperti maulid Nabi, berziarah ke makam para wali, dan berdoa bersama.

  Dalam pandangan Aswaja, Wahhabisme dianggap sebagai bentuk ekstremisme dalam menginterpretasikan ajaran Islam, karena menolak banyak tradisi dan ajaran yang sudah diterima luas oleh umat Islam, padahal banyak di antaranya adalah amalan yang sah menurut mazhab dan sunnah Nabi.

- Qadianisme (Ahmadiyah): Qadianisme, yang dimulai oleh Mirza Ghulam Ahmad pada abad ke-19, adalah aliran yang mengklaim bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi terakhir, padahal dalam ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir. Keyakinan mereka tentang nubuwwah (kenabian) dianggap bertentangan dengan ajaran dasar Islam yang mengajarkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi.

  Ajaran Qadianisme dianggap sesat oleh Aswaja karena mereka mengklaim adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW, yang jelas-jelas bertentangan dengan ayat-ayat dalam Al-Qur'an dan Hadis yang menyebutkan bahwa tidak ada nabi setelahnya.

4. Kelompok yang Menyimpang dalam Praktik

- Aliran Sesat yang Mengklaim Dapat Menyembuhkan dengan Cara Tidak Syariat: Beberapa kelompok yang mengklaim bisa menyembuhkan orang dengan cara yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (seperti menggunakan ilmu hitam, jin, atau syirik lainnya), juga dianggap sesat oleh Aswaja. Dalam perspektif Aswaja, penyembuhan atau ruqyah harus dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, yaitu dengan doa-doa yang sahih dan tidak melibatkan praktik-praktik syirik.

- Sekte-sekte yang Mengabaikan Syariat: Kelompok-kelompok yang mengabaikan hukum Islam (syariat) secara keseluruhan, atau yang mengajarkan bahwa syariat tidak relevan dengan kehidupan modern, juga dianggap sesat. Dalam pandangan Aswaja, syariat adalah dasar bagi kehidupan umat Islam dan harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang telah disepakati.

Kesimpulan

Dalam konteks Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), kesesatan biasanya merujuk pada penyimpangan dari pokok ajaran Islam yang sudah ada dalam Al-Qur'an, Hadis, dan praktik para sahabat. Namun, penting untuk diingat bahwa takfiri (mengkafirkan orang lain) adalah hal yang sangat hati-hati dan tidak sembarangan dilakukan oleh Aswaja. Sebaliknya, Aswaja lebih mengedepankan dialog, pendidikan, dan pemahaman yang moderat dalam menghadapi kelompok yang dianggap sesat atau menyimpang.

Aswaja menekankan bahwa umat Islam harus berpegang pada prinsip-prinsip utama Islam dengan memperhatikan konteks zaman, menghindari ekstremisme, dan menjaga persatuan umat Islam. Menghadapi kesesatan tidak harus dengan kekerasan atau saling mengkafirkan, tetapi melalui pendekatan yang penuh hikmah dan dalil yang jelas.

0Komentar