Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), khususnya dalam tradisi Nahdlatul Ulama (NU), sangat menentang bid'ah (inovasi dalam agama) yang tidak memiliki dasar atau landasan yang jelas dari Al-Qur'an, Hadis, dan praktik para sahabat Nabi Muhammad SAW. Namun, pemahaman Aswaja tentang bid'ah berbeda-beda, tergantung pada konteksnya.
Secara umum, bid'ah dalam ajaran Islam berarti segala sesuatu yang dibuat-buat dalam agama, baik berupa praktik ibadah atau keyakinan yang tidak ada dasarnya dalam syariat Islam, namun dipandang oleh sebagian orang sebagai bagian dari agama. Dalam hal ini, Aswaja mengedepankan tahqiq (penelitian yang teliti) dalam membedakan mana yang termasuk bid'ah yang sesat dan mana yang bisa dianggap sebagai bid'ah hasanah (inovasi yang baik).
Bid'ah dalam Perspektif Aswaja
Dalam konteks Aswaja:
1. Bid'ah Hasana: Ini adalah inovasi yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan bahkan dapat mendukung kebaikan serta maslahat umat. Sebagai contoh, penulisan kitab-kitab hadis, penyusunan kitab fiqih, serta praktik berdoa bersama di bulan-bulan tertentu atau maulid Nabi yang dianggap sebagai bentuk kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
2. Bid'ah Dhalalah: Ini adalah inovasi yang menyimpang atau bertentangan dengan ajaran Islam yang asli dan dapat menyesatkan. Contohnya adalah memperkenalkan ajaran yang tidak ada dalam Islam, seperti menyembah selain Allah, atau memperkenalkan ritual baru yang tidak ada dalam sunnah.
Peran NU dalam Memerangi Bid'ah
Nahdlatul Ulama, sebagai organisasi yang berpegang pada prinsip Aswaja, mengajarkan pentingnya menjaga ajaran Islam yang asli dan menghindari segala bentuk bid'ah dhalalah. Namun, NU juga sangat hati-hati dalam menghakimi suatu amalan atau praktik sebagai bid'ah yang sesat. NU lebih suka menggunakan pendekatan yang inklusif dan tidak terburu-buru dalam menilai suatu amalan sebagai bid'ah.
Contoh Praktik yang Diterima dalam Aswaja tetapi Dihukum Sebagai Bid'ah oleh Kelompok Lain
Beberapa contoh yang sering kali diperdebatkan terkait praktik bid'ah, tetapi dianggap sah oleh Aswaja dan NU, antara lain:
1. Maulid Nabi Muhammad SAW:
- Sebagian kelompok Islam menganggap perayaan maulid sebagai bid'ah, karena tidak ada perayaan semacam itu di zaman Nabi atau sahabat. Namun, bagi NU dan sebagian besar umat Islam yang berpegang pada Aswaja, perayaan maulid Nabi dianggap sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
2. Tahlilan:
- Tahlilan adalah acara doa bersama yang biasa dilakukan oleh umat Islam di Indonesia, terutama setelah kematian seseorang. Beberapa kelompok menganggap tahlilan sebagai bid'ah, sementara Aswaja dan NU memandangnya sebagai bentuk ikhtiar untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, yang menurut mereka tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
3. Zikir Jama'i (Berzikir Bersama):
- Zikir berjamaah yang dilakukan di masjid atau di tempat-tempat tertentu dengan tujuan mempererat hubungan antara umat Islam juga sering dipertanyakan oleh sebagian kelompok, yang menganggapnya sebagai bid'ah. Namun, dalam perspektif Aswaja, selama zikir tersebut tidak menyimpang dari ajaran dasar Islam, maka hal itu tidak dianggap sebagai bid'ah yang buruk.
Mengapa NU Menentang Bid'ah yang Merugikan?
Penting untuk dicatat bahwa NU dan Aswaja pada umumnya menentang bid'ah yang dapat mengarah pada penyesatan atau merusak pemahaman agama yang murni. Bid'ah yang merugikan adalah bid'ah yang menciptakan perpecahan, menambah hal-hal yang tidak perlu dalam ibadah, atau menyimpang dari ajaran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Misalnya, jika ada kelompok yang memperkenalkan ajaran yang mengarah pada ekstremisme atau penyimpangan akidah, seperti memuja benda atau orang selain Allah atau menganggap suatu amalan sebagai kewajiban yang tidak ada dasarnya dalam syariat, maka Aswaja akan menentang hal tersebut sebagai bid'ah dhalalah yang dapat merusak agama.
Menghadapi Bid'ah dengan Pendekatan Moderat
Sebagai aliran yang mengedepankan wasathiyah (moderasi), Aswaja tidak serta-merta memerangi semua bentuk bid'ah, melainkan berfokus pada penyaringannya. Hal ini dilakukan dengan cara-cara yang bijak dan rasional, menghindari sikap yang mudah mengafirkan atau menyesatkan orang lain.
Pada prinsipnya, Aswaja dan NU lebih memilih untuk berfokus pada memperbaiki kualitas ibadah dan memperkuat pemahaman agama yang benar, ketimbang terlalu banyak mempermasalahkan berbagai tradisi atau praktik yang ada selama tidak keluar dari koridor ajaran Islam yang benar.
Kesimpulan:
- Aswaja memerangi bid'ah dengan cara yang bijaksana dan tidak ekstrem. Bid'ah yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam dan dapat merusak keaslian agama akan ditegakkan, tetapi bid'ah yang bermanfaat atau inovasi yang tidak bertentangan dengan ajaran pokok agama justru diterima.
- Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi yang berpegang pada Aswaja berusaha untuk menjaga kesatuan umat, memperkokoh pemahaman agama yang moderat, serta memperhatikan maslahat umat dalam setiap keputusan yang diambil terkait praktik ibadah atau tradisi.
0Komentar