GfG5BUOlGSMpTpM5TUM7Gfr7BA==
Light Dark
Siapakah pendiri Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) ?

Siapakah pendiri Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama'ah) ?

Daftar Isi
×


Aswaja dalam Konteks Sejarah Islam

Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) pada dasarnya adalah prinsip keagamaan yang menekankan pada kesetiaan terhadap ajaran Sunnah (tradisi atau tuntunan Nabi Muhammad SAW) dan menjaga Jama'ah (persatuan umat Islam). Prinsip ini muncul sebagai respon terhadap berbagai perpecahan yang muncul dalam sejarah Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW. 

Pada awalnya, umat Islam mengalami berbagai perbedaan pandangan dan aliran yang muncul setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Sebagian besar umat Islam memilih untuk mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Nabi dan para sahabatnya, yang kemudian dikenal sebagai Ahlussunnah wal Jama'ah.

Beberapa konsep penting dalam Aswaja adalah:

1. Aqidah (Pokok-pokok keyakinan): Ahlussunnah wal Jama'ah berpegang pada ajaran akidah yang moderat, seperti pengertian tentang tauhid (keesaan Tuhan), sifat-sifat Allah, dan kepemimpinan yang sah (khilafah).
   
2. Fiqih: Dalam hal fiqih (hukum Islam), Ahlussunnah wal Jama'ah mengikuti empat mazhab besar yang telah berkembang, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali.

3. Tasawuf: Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengajarkan pentingnya pendekatan spiritual dalam kehidupan, melalui tasawuf yang bertujuan untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah.

Perkembangan dan Tokoh-tokoh Utama dalam Aswaja

Meskipun tidak ada seorang pun yang dapat dikatakan sebagai "pendiri" Aswaja, ada beberapa tokoh yang sangat berpengaruh dalam pengembangan ajaran ini. Berikut adalah tokoh-tokoh penting dalam sejarah Ahlussunnah wal Jama'ah:

1. Imam Abu Hanifah (699-767 M): 
   - Imam Abu Hanifah adalah pendiri mazhab Hanafi, salah satu mazhab fiqih terbesar dalam Islam. Mazhab ini terkenal karena fleksibilitasnya dalam menggunakan ra’yu (pendapat pribadi) dalam menentukan hukum, serta penekanannya pada ihtilaf (perbedaan pendapat) yang wajar dalam Islam. 
   - Pengaruhnya dalam Ahlussunnah adalah besar karena metode berpikir yang rasional dan sistematis dalam mengkaji hukum Islam.

2. Imam Malik bin Anas (711-795 M):
   - Imam Malik adalah pendiri mazhab Maliki, yang mengutamakan amalan (praktik) masyarakat Madinah sebagai sumber hukum penting selain Al-Qur’an dan Hadis. Mazhab Maliki sangat menekankan ijma’ (kesepakatan para ulama) sebagai sumber hukum yang kuat.
   - Kontribusinya terhadap Aswaja adalah dengan menekankan pentingnya konsensus umat dan keberagaman dalam memahami hukum.

3. Imam Muhammad bin Idris al-Shafi’i (767-820 M):
   - Imam Shafi’i adalah pendiri mazhab Syafi’i yang terkenal dengan pengembangan usul fiqih (metode metodologis dalam pengambilan hukum) yang sangat sistematik. Dalam mazhab ini, pengambilan hukum melalui Al-Qur’an, Hadis, ijma’, dan qiyas (analogi) menjadi prinsip dasar.
   - Kontribusinya sangat penting dalam sistematika hukum Islam, yang kemudian banyak diikuti oleh umat Islam di seluruh dunia.

4. Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M):
   - Imam Ahmad adalah pendiri mazhab Hanbali yang lebih konservatif dalam hal penggunaan qiyas dan lebih mengutamakan Hadis sebagai sumber hukum dibandingkan dengan sumber lain seperti ijma’. 
   - Mazhab Hanbali, meskipun tidak sebanyak mazhab lain, memiliki pengaruh besar dalam mempertahankan kedalaman teks-teks hadis dan keautentikannya.

Perkembangan Ahlussunnah Wal Jama’ah di Dunia Islam

Pada dasarnya, Aswaja merupakan jalan tengah (wasathiyah) dalam memahami ajaran Islam dan selalu mengutamakan prinsip moderasi. Ajaran ini tidak cenderung kepada radikalisasi atau ekstremisme, melainkan menekankan pada toleransi antar umat beragama dan keberagaman pendapat dalam Islam.

Setelah abad ke-9, pengaruh Ahlussunnah wal Jama'ah semakin berkembang seiring dengan penyebaran Islam ke berbagai wilayah dunia. Dalam sejarah, tokoh-tokoh besar seperti Imam al-Ghazali dan Imam al-Nawawi turut memperkuat ajaran ini melalui karya-karya ilmiah mereka dalam bidang fiqih, akidah, dan tasawuf.

Aswaja di Indonesia

Di Indonesia, prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah menjadi sangat penting, terutama sejak munculnya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. NU didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Wahab Hasbullah dengan tujuan utama memperkuat dan mengembangkan ajaran Islam yang moderat sesuai dengan prinsip Aswaja, serta melawan faham-faham yang dianggap menyimpang atau ekstrem.

1. KH. Hasyim Asy'ari (1875-1947):
   - Sebagai salah satu pendiri NU, KH. Hasyim Asy'ari sangat menekankan pentingnya menjaga kesatuan umat Islam berdasarkan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah. Beliau juga memperkenalkan pentingnya menjaga khittah (jalan atau tradisi) NU yang berfokus pada ajaran moderat dan toleransi.

2. KH. Wahab Hasbullah (1888-1971):
   - Salah satu tokoh besar yang turut membentuk dasar-dasar pemikiran NU, KH. Wahab juga memperkenalkan ajaran Aswaja dalam konteks lokal Indonesia. Beliau turut memperkuat posisi NU sebagai representasi Aswaja di Indonesia.

Prinsip-prinsip Aswaja dalam Konteks NU
- Fiqih: NU secara tegas mengikuti empat mazhab utama dalam fiqih (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali), namun lebih dominan menggunakan mazhab Syafi'i di Indonesia.
- Aqidah: Ajaran Aswaja dalam hal akidah mengacu pada pemahaman al-Asy’ari dan al-Maturidi tentang tauhid yang moderat dan jauh dari ekstremisme.
- Tasawuf: NU sangat mendukung tasawuf sebagai jalan spiritual yang tidak hanya mengutamakan ibadah ritual, tetapi juga mengutamakan akhlak dan kesucian hati.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, Aswaja bukanlah ajaran yang didirikan oleh satu individu atau kelompok tertentu, melainkan berkembang secara organik dalam sejarah Islam melalui para ulama besar yang mengutamakan sunnah Nabi Muhammad SAW, mengedepankan prinsip moderasi, serta menjaga kesatuan umat Islam. Dalam konteks Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) menjadi salah satu organisasi yang sangat kuat dalam memelihara dan mengembangkan ajaran Aswaja.

0Komentar