GfG5BUOlGSMpTpM5TUM7Gfr7BA==
Light Dark
Apa yang dimaksud Mu'tazilah ?

Apa yang dimaksud Mu'tazilah ?

Daftar Isi
×


Mu'tazilah adalah sebuah mazhab teologis dalam sejarah Islam yang berkembang pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Mazhab ini dikenal dengan paham rasionalisme dan pandangan teologisnya yang sangat menekankan rasio dalam memahami ajaran-ajaran agama Islam. Mu'tazilah berperan penting dalam sejarah intelektual Islam, meskipun pengaruhnya mengalami penurunan setelah abad ke-10.

Asal Usul Mu'tazilah

Kata Mu'tazilah berasal dari bahasa Arab, yang berarti "memisahkan diri" atau "mengasingkan diri". Nama ini pertama kali digunakan untuk merujuk pada sekelompok orang yang pada awalnya memisahkan diri dari kelompok utama umat Islam karena perbedaan pendapat tentang beberapa masalah teologis.

Mu'tazilah muncul pada abad ke-8 di Baghdad, terutama pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, dan berkembang pada masa al-Ma'mun (813–833 M). Mereka dikenal karena menekankan penggunaan akal (rasio) dalam memahami wahyu dan ajaran agama. Mu'tazilah berpendapat bahwa rasio manusia bisa digunakan untuk menilai dan membedakan yang benar dan salah dalam ajaran agama, dengan tetap berpegang pada Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber utama.

Prinsip-Prinsip Utama Mu'tazilah

Mu'tazilah memiliki lima prinsip pokok yang membedakan mereka dengan aliran teologi lainnya dalam Islam, terutama dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah:

1. Tauhid (Ke-Esaan Allah)  
   - Mu'tazilah menekankan keesaan Allah dalam arti bahwa Allah tidak boleh memiliki sifat-sifat yang dapat diasosiasikan dengan makhluk-Nya. Mereka menolak segala bentuk anthropomorfisme (penyerupaan sifat Allah dengan makhluk-Nya), seperti pandangan yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat secara fisik.
   - Allah dianggap tidak dapat disifati dengan sifat-sifat yang bisa dimiliki makhluk, seperti bertempat atau berwujud, sehingga mereka menekankan keesaan Allah secara mutlak.

2. Adalah (Keadilan Allah)  
   - Mu'tazilah menekankan keadilan Allah secara mutlak, yang berarti Allah tidak akan pernah melakukan tindakan yang zalim atau tidak adil. Menurut mereka, segala tindakan Allah selalu adil dan tidak ada yang bisa dianggap sebagai ketidakadilan.
   - Salah satu implikasi dari prinsip ini adalah bahwa manusia diberi kebebasan dalam memilih dan bertindak, karena Allah tidak akan menghukum mereka atas sesuatu yang tidak mereka pilih atau lakukan.

3. Wa'ad dan Wa'id (Janji dan Ancaman)  
   - Mu'tazilah meyakini bahwa janji-janji Allah dalam Al-Qur'an mengenai surga bagi orang-orang yang taat dan ancaman mengenai neraka bagi orang-orang yang durhaka harus dipenuhi secara konsisten. Artinya, jika seseorang beriman dan beramal saleh, ia pasti akan mendapat pahala di surga. Sebaliknya, orang yang melakukan dosa besar dan tidak bertaubat akan mendapat hukuman yang setimpal.

4. Manzilah Bainal Manzilatain (Posisi Antara Dua Posisi)  
   - Mu'tazilah berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar, tetapi tidak melakukan syirik, tidak bisa digolongkan sebagai mukmin sejati, tetapi juga tidak boleh disebut kafir. Mereka berada dalam posisi antara mukmin dan kafir. Inilah yang disebut dengan manzilah bainal manzilatain, yang berarti "posisi antara dua posisi".
   - Mereka menolak pandangan Ahlus Sunnah yang menganggap bahwa pelaku dosa besar adalah kafir atau fasiq, serta menolak pandangan Khawarij yang menganggap mereka sebagai orang yang keluar dari Islam.

5. Amr bil Ma'ruf wa Nahy anil Munkar (Perintah untuk Berbuat Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran)  
   - Mu'tazilah menekankan pentingnya keadilan sosial dan berfokus pada prinsip moral dalam Islam. Mereka percaya bahwa umat Islam wajib mengajak orang lain untuk berbuat baik dan mencegah kemungkaran (dosa) dalam kehidupan sosial, politik, dan masyarakat.

### Pandangan Mu'tazilah terhadap Al-Qur'an dan Hadis

Mu'tazilah dikenal dengan pandangannya yang rasional dan kritis terhadap Al-Qur'an dan hadis. Beberapa pandangan utama mereka terkait Al-Qur'an adalah:

- Al-Qur'an sebagai Makhluk: Mu'tazilah berpendapat bahwa Al-Qur'an bukanlah kalam eternal (abadi) Allah yang tidak tercipta, melainkan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah. Pandangan ini sangat berbeda dengan Ahlus Sunnah, yang meyakini bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang abadi dan tidak diciptakan.
  
- Rasionalitas dalam Hadis: Mu'tazilah lebih selektif dalam menerima hadis. Mereka hanya menerima hadis yang tidak bertentangan dengan akal sehat dan prinsip-prinsip rasionalitas. Mereka lebih mengutamakan hadis-hadis yang sahih dan menyaring hadis-hadis yang dianggap lemah atau bertentangan dengan akal dan logika.

Pengaruh Mu'tazilah dalam Sejarah Islam

Mu'tazilah memiliki pengaruh yang signifikan dalam sejarah Islam, terutama di bidang teologi dan filosofi Islam. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, terutama di bawah khalifah al-Ma'mun dan penerusnya, al-Mu'tasim dan al-Wathiq, paham Mu'tazilah mendominasi intelektualisme Islam dan kebijakan politik. 

Pada masa ini, Ilmu Kalam (teologi Islam) berkembang pesat, dan para pemikir Mu'tazilah memainkan peran penting dalam perdebatan intelektual mengenai rasionalitas, moralitas, dan keadilan dalam Islam.

Beberapa tokoh terkenal dari kalangan Mu'tazilah adalah:
- Wasil ibn Ata' (pencetus aliran Mu'tazilah)
- Amr ibn Ubayd
- al-Jahiz
- Abu al-Hudhayl al-‘Allaf

Namun, pengaruh Mu'tazilah mulai berkurang setelah pemerintahan Dinasti Abbasiyah beralih ke Sunni orthodoxy pada abad ke-10, dengan munculnya lebih banyak pengikut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, terutama dalam bidang fiqh dan teologi. Pada masa al-Mutawakkil, paham Mu'tazilah dianggap sebagai aliran sesat dan mulai mendapat penindasan.

Mu'tazilah dan Kontroversi tentang Kebebasan dan Keadilan

Mu'tazilah sering dipandang kontroversial karena menekankan kebebasan manusia untuk memilih antara yang benar dan yang salah, yang bertentangan dengan pandangan sebagian besar aliran Islam lainnya yang lebih menekankan takdir dan kehendak Allah dalam kehidupan manusia. Mu'tazilah meyakini bahwa setiap individu bertanggung jawab penuh atas tindakan mereka, dan bahwa keadilan Allah harus menjamin bahwa setiap amal perbuatan akan dihukum atau diberi pahala sesuai dengan keadilan.

Perbedaan Mu'tazilah dengan Mazhab Teologi Lain
- Mu'tazilah vs Ahlus Sunnah: Ahlus Sunnah wal Jama'ah cenderung menekankan tasfiyah (penyucian) terhadap sifat Allah yang tidak terbatas, sementara Mu'tazilah berfokus pada rasionalitas dan penolakan terhadap personalisasi atau atribusi fisik terhadap Allah.
- Mu'tazilah vs Asy'ariyah: Asy'ariyah (mazhab teologi utama Sunni) lebih moderat dalam hal kebebasan manusia dan lebih mendekati pandangan akidah Sunni ortodoks. Mu'tazilah lebih menekankan penggunaan rasio sebagai sarana utama dalam memahami wahyu, sedangkan Asy'ariyah lebih mengutamakan tafwidh (penyerahan pemahaman) terhadap Allah.

Kritik terhadap Mu'tazilah
1. Keterbatasan Rasionalitas: Salah satu kritik utama terhadap Mu'tazilah adalah bahwa mereka terlalu menekankan penggunaan rasio dalam pemahaman agama, yang mengarah pada potensi menafikan banyak aspek wahyu yang mungkin tidak dapat dipahami oleh akal manusia.
  
2. Penolakan terhadap Al-Qur'an yang Tidak Diciptakan: Pandangan mereka bahwa Al-Qur'an adalah makhluk (bukan kalam Allah yang abadi) mengundang perdebatan keras di kalangan umat Islam dan dianggap oleh banyak kalangan sebagai bid'ah.

3. Konflik dengan Mazhab Lain: Setelah kekuasaan politik beralih dari pemerintahan Mu'tazilah ke Ahlus Sunnah wal Jama'ah, paham Mu'tazilah dianggap sesat oleh banyak kalangan

0Komentar