Jahmiyah adalah sebuah aliran dalam teologi Islam yang dikenal karena pandangannya yang cukup kontroversial mengenai sifat-sifat Allah, terutama terkait dengan masalah kehidupan setelah mati dan sifat-sifat Allah. Aliran ini muncul pada masa awal sejarah Islam, sekitar abad ke-8 dan ke-9, dan berfokus pada pemahaman ketauhidan yang radikal serta penolakan terhadap personifikasi sifat-sifat Allah.
Asal Usul Jahmiyah
Aliran Jahmiyah berasal dari nama tokoh utama mereka, yaitu Jahm ibn Safwan, seorang teolog dan pemikir asal Transoxiana (sekarang wilayah Uzbekistan) yang hidup pada abad ke-8. Jahm ibn Safwan dikenal karena pandangannya yang tidak ortodoks tentang sifat-sifat Allah dan kenabian. Dia mengembangkan paham yang lebih rasionalis dan abstrak mengenai Allah, yang kemudian diikuti oleh sebagian pengikutnya, yang disebut Jahmiyah.
Jahm ibn Safwan menolak gambaran atau personifikasi sifat-sifat Allah yang dapat disamakan dengan makhluk, dan dia berpendapat bahwa sifat-sifat Allah harus dipahami secara metafisik, tanpa penjelasan yang bisa dipahami oleh akal manusia. Pandangan ini bertentangan dengan banyak aliran teologi lainnya, seperti Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yang mengakui keberadaan sifat-sifat Allah yang tertentu (misalnya, kehidupan, pendengaran, penglihatan, dll.).
Prinsip-Prinsip Utama Jahmiyah
Jahmiyah dikenal karena beberapa prinsip utama yang menonjol dalam ajaran mereka:
1. Penolakan terhadap Sifat-Sifat Allah yang Bersifat Konkret
- Salah satu ciri khas aliran Jahmiyah adalah penolakan terhadap penafsiran sifat-sifat Allah yang bersifat konkret, seperti Allah Maha Mendengar, Allah Maha Melihat, atau sifat tangan, wajah, dan sebagainya yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis.
- Jahmiyah berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tersebut harus dipahami secara metafisik dan bukan sebagai sifat-sifat fisik yang menyerupai makhluk. Mereka menolak tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk-Nya.
2. Penolakan terhadap Pandangan bahwa Allah Dapat Dilihat
- Jahmiyah juga berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat oleh manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Mereka menolak keyakinan yang ada pada sebagian umat Islam bahwa Allah dapat dilihat oleh penghuni surga di akhirat (seperti dalam beberapa ayat Al-Qur'an dan hadis yang menyebutkan ru'yatullah atau "melihat Allah").
3. Ketidakberadaan Keberadaan Fisik Allah
- Dalam pandangan Jahmiyah, Allah tidak bisa dipahami sebagai entitas fisik yang memiliki tempat atau arah tertentu. Pandangan ini mengarah pada penolakan terhadap segala bentuk personalisasi atau penafsiran yang dapat membawa Allah pada pengertian yang serupa dengan makhluk.
- Mereka menegaskan bahwa Allah berbeda secara mutlak dari ciptaan-Nya dan tidak terikat oleh konsep ruang dan waktu yang dimiliki makhluk.
4. Paham tentang Ketidakmampuan Akal Manusia untuk Memahami Allah secara Utuh
- Jahmiyah berpendapat bahwa akal manusia tidak akan mampu untuk memahami kehidupan Allah secara sempurna. Oleh karena itu, mereka menekankan bahwa umat Islam tidak perlu mempersoalkan sifat-sifat Allah dalam bentuk penggambaran fisik atau simbolik.
- Mereka menolak pandangan bahwa pengetahuan tentang Allah bisa diperoleh melalui perumpamaan-perumpamaan yang digunakan dalam Al-Qur'an dan hadis.
5. Penolakan terhadap Pandangan tentang Jannah (Surga) dan Nar (Neraka) sebagai Lokasi Fisik
- Jahmiyah cenderung menafikan konsep Jannah (Surga) dan Nar (Neraka) sebagai tempat fisik yang benar-benar ada. Mereka lebih memahami kedua konsep tersebut dalam konteks spiritual dan abstrak, bukan sebagai tempat fisik yang bisa dijangkau dengan tubuh.
6. Pandangan tentang Manusia dan Takdir
- Jahmiyah memiliki pandangan yang mirip dengan aliran Jabariyah (yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan dalam memilih perbuatannya karena segala sesuatu sudah ditentukan oleh takdir Allah).
- Mereka beranggapan bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan sejati dalam memilih untuk beriman atau kafir, karena segala sesuatu sudah digariskan dalam takdir Allah. Meskipun begitu, mereka menganggap bahwa seseorang tetap dapat bertanggung jawab atas perbuatannya dalam konteks takdir yang sudah digariskan.
Kritik terhadap Jahmiyah
Jahmiyah sering mendapat kritik keras dari berbagai aliran teologi dalam Islam, terutama dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan Asy'ariyah. Kritik-kritik utama terhadap Jahmiyah antara lain:
1. Penolakan terhadap Sifat-Sifat Allah
- Sebagian besar ulama Sunni, terutama dalam Mazhab Asy'ari dan Maturidi, sangat menentang pandangan Jahmiyah yang menolak sifat-sifat Allah yang eksplisit yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadis. Mereka berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak boleh disamakan dengan makhluk, namun tetap harus diyakini adanya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran Allah.
- Imam al-Ash'ari, pendiri mazhab Asy'ari, mengkritik pandangan Jahmiyah yang dianggap mereduksi keagungan Allah menjadi terlalu abstrak dan tidak memberikan penghormatan yang layak terhadap sifat-sifat Allah yang memang ada dalam wahyu.
2. Penolakan terhadap Pandangan tentang "Melihat Allah" di Akhirat
- Banyak kalangan ulama, termasuk Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, yang menyebutkan dalam hadis-hadis sahih bahwa umat Islam yang beriman akan melihat Allah di akhirat. Pandangan Jahmiyah yang menolak kemungkinan tersebut bertentangan dengan ajaran umum dalam Islam mengenai ru'yatullah (melihat Allah) di surga.
3. Paham tentang Takdir dan Kebebasan Manusia
- Kritikan lain datang dari kelompok yang lebih menekankan kebebasan manusia untuk memilih perbuatannya, seperti aliran Mu'tazilah, yang menentang pandangan Jabariyah (yang juga diterima oleh Jahmiyah) yang mengatakan bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan oleh takdir. Dalam pandangan Mu'tazilah, manusia tetap memiliki kekebasan berkehendak (ikhtiyar) untuk memilih antara baik dan buruk.
4. Menganggap Jahmiyah sebagai Bid'ah
- Di kalangan ulama Sunni, pandangan-pandangan Jahmiyah sering dianggap sebagai bid'ah (inovasi yang dilarang) karena bertentangan dengan pemahaman yang telah disepakati oleh mayoritas umat Islam mengenai sifat-sifat Allah dan ajaran dasar Islam.
Jahmiyah dan Kehidupan Setelah Meninggal
Salah satu topik yang kontroversial dan membedakan Jahmiyah dengan aliran lainnya adalah pemahaman mereka tentang kehidupan setelah mati. Mereka memiliki pandangan bahwa surga dan neraka bukanlah tempat fisik, melainkan realitas spiritual. Ini bertentangan dengan pemahaman yang lebih umum dalam kalangan Muslim yang menganggap surga dan neraka sebagai tempat fisik yang nyata.
Tokoh-Tokoh Jahmiyah
Jahm ibn Safwan adalah tokoh utama yang mendirikan dan menyebarkan ajaran aliran ini. Ia hidup di abad ke-8 Masehi dan dikenal karena pemikiran-pemikirannya yang sangat kontroversial dalam bidang teologi Islam. Jahm ibn Safwan menolak berbagai ajaran yang dianggap sebagai penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya dan mengembangkan teori ketuhanan yang lebih rasionalis dan abstrak.
Kesimpulan
Aliran Jahmiyah adalah kelompok yang sangat menekankan pada rasionalitas dan abstraksi dalam memahami ajaran Islam, khususnya dalam masalah-masalah teologi yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah. Meskipun paham ini memiliki pengaruh pada periode tertentu dalam sejarah Islam, namun seiring berjalannya waktu, pandangan-pandangan Jahmiyah banyak ditinggalkan dan dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam karena bertentangan dengan pemahaman yang lebih mainstream tentang Allah dan sifat-sifat-Nya.
0Komentar